Dalam membuat keputusan yang bermakna dan autentik, kita merupakan spesies yang berjalan di jembatan sempit dengan dua jurang yang menjebak kita: yang terbatas dan yang tak terbatas.
‘Yang terbatas’ merupakan kondisi tetap dari segala sesuatu yang kita miliki. Ini adalah fakta keberadaan yang memaksa kita untuk hidup dengan cara-cara tertentu. Sedangkan ‘yang tak terbatas’ merupakan realitas yang dipenuhi oleh potensi—semua hal yang kita pikir suatu hari nanti dapat tercapai. Sesuatu yang dipenuhi oleh kemungkinan-kemungkinan tanpa arah yang jelas.
Kedua hal tersebut memiliki sirene khas yang mendengungkan harapan dan kenyamanan di telinga kita, dan keduanya menahan kita untuk terus tumbuh menjadi diri sendiri. Bagi filsuf Denmark, Søren Kierkegaard, kehidupan bijak adalah menapaki jalan di antara kedua sisi jurang ini: mencari jalan tengah di antara keduanya.
Menjadi ‘Bukan Siapa-siapa’
Saat ini, kamu memiliki hasrat yang tak terhingga; keinginan, kekhawatiran, ketakutan, atau bahkan cita-cita yang menarikmu kesana-kemari. Kamu pasrahkan hampir seluruh hidupmu hanya demi semua hal itu. Kamu akan menggaruk ketika gatal, minum dikala haus, tersenyum disaat melihat wanita cantik lewat, tidur ketika lelah, berobat ketika sakit dan lain sebagainya. Kamu hidup dalam ‘batasan’ akan keberadaanmu, yaitu realitas dan kebutuhan untuk hidup.