Sebuah Kritik: Memperdebatkan Kebenaran Agama Sebagai Omong Kosong


Beberapa hari yang lalu mungkin Anda sudah membaca salah satu artikel di laman web ini yang berjudul “Tentang Kepercayaan, Mitos, dan Kebenaran Baru di Masa Depan”. Dalam tulisan tersebut, Fadhel menjelaskan bagaimana proses perkembangan kepercayaan sekaligus menguraikan bagaimana kepercayaan tersebut memudar dan bahkan hilang sama sekali karena perkembangan kognitif manusia, terutama sains.

Dalam tulisan tersebut, dia membawa kita pada sebuah sintesa yang terkesan mendiskreditkan agama atau kepercayaan yang dianggap telah berada di puncak perjalanannya menuju mitos di masa depan, seperti kepercayaan nenek moyang kita yang hari ini banyak dianggap sebagai mitos. 

Atas dasar tulisan itulah saya merasa tertarik membuat ini sebagai bentuk respon dan kritik saya terhadap sebagian atau mungkin keseluruhan poin dalam tulisan tersebut. Sebab ada hal mengganjal dan menarik di tulisan itu yang bagi saya patut untuk didiskusikan. Meskipun harus diakui sulit bagi saya (bahkan mungkin mustahil) untuk membuktikan kebenaran agama sesuai dengan standar yang Fadhel tekankan (bukti-bukti ilmiah), namun sejauh hemat saya, agama tetap memiliki dimensi epistemologi yang berbeda dengan sains yang hanya mendasarkan kebenarannya atas apa yang tampak (empirik dan fenomenologis). 

Olehnya menurut saya, mengadu kebenaran agama dan sains - seperti yang dilakukan Fadhel - sama seperti memperdebatkan klaim yang didasarkan pada keyakinan masing-masing. Membuktikan kebenaran agama dalam epistemologi sains sepenuhnya tidak dapat dilakukan; Sama halnya, mengklaim bahwa agama 'salah' dengan memakai epistemologi sains juga adalah klaim yang arogan dan terburu-buru - mengingat cakupan pengamatan sains yang tidak lebih besar daripada realitas empirik yang ada.