Ibn Arabi dan Kosmologi Gender Laki-Laki dan Perempuan

Author: Heba Yosry

Selama satu generasi atau lebih, kita telah mendengar tentang beberapa keburukan dan teror yang mengatasnamakan Islam. Ada narasi-narasi penindasan di sekitar Islam, terutama ketika feminisme dan hak-hak seksual dan reproduksi, entah bagaimana, dituduh sebagai bagian dari agenda asing yang anti-Muslim. Taliban, misalnya, mengaku 'melindungi' perempuan Afghanistan dari apa yang mereka anggap sebagai gangguan yang dilakukan oleh nilai-nilai imperialis Barat kepada mereka. Ya, tentu saja, apa yang mereka sebut 'perlindungan' itu justru membawa kemunduran pada semua upaya pemberdayaan atau pendidikan perempuan.

Contoh lain dari gagasan Islam yang masih dianggap menghalangi perempuan Muslim untuk memperoleh otonomi atau hak yang layak mereka dapatkan adalah bahwa perempuan tidak mendapatkan warisan yang setara dengan saudara laki-laki mereka; undang-undang yang bertujuan untuk memperbaiki hal ini sedang dibahas di parlemen Mesir. Di sisi lain, di negara seperti Arab Saudi dan Qatar, serta beberapa desa Mesir, dan bahkan di beberapa komunitas Muslim di Eropa dan Amerika, perempuan tidak diperbolehkan bepergian dengan bebas, melanjutkan pendidikan tingginya atau, dalam beberapa kasus ekstrem, mendapatkan hak medis tanpa persetujuan dari wali laki-lakinya.

Perempuan Muslim masih berjuang demi hak mereka untuk turut berasimilasi dan berekspresi sepenuhnya di ruang publik tanpa terganggu oleh mereka yang menyuruh mereka untuk tetap di rumah. Mungkin kita harus menarik kembali landasan sejarah kita untuk memvalidasi lagi bagaimana eksistensi perempuan di ranah publik sekaligus memberi bukti ke seluruh dunia bahwa Islam seharusnya tidak boleh didefinisikan dengan cara sempit seperti itu. Karena suatu saat, Islam pasti akan membutuhkan semangat keterbukaan dan kebebasan yang sekarang sayangnya masih padam.

Feminisme telah menjadi kata yang kotor di banyak kalangan, terutama Muslim. Karena sebuah konsep yang disebarkan oleh Barat akan selalu dipandang dengan tatapan ketidakpercayaan, buruk, dan akhirnya, mau tidak mau, ditolak sebagai bid'ah.