Akhir-akhir ini wacana nikah muda menjadi topik yang hangat di kalangan milenial. Wacana ini semakin masif dengan hadirnya para influencer yang turut mengampanyekan pernikahan dini dengan mengiming-imingi ilusi "indahnya pacaran setelah nikah" beserta dalil-dalil untuk memperkuat asumsi mereka. Mereka menganggap mempercepat pernikahan adalah hal yang istimewa (meskipun di sisi lain ini nampak sepeleh bagi mereka), seolah pernikahan dini adalah solusi terbaik bagi persoalan anak saat ini.
Bukankah sebaiknya kita perlu memikirkan dengan masak-masak apakah benar pernikahan selalu membawakan dampak yang positif bagi pasangan muda? Padahal toh bersikap hati-hati tidak ada salahnya; jangan sampai sesuatu yang kita anggap penting itu justru banyak membawa dampak negatif, alih-alih positif.
Meskipun dalam Revisi Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa batas usia pernikahan itu 19 tahun, namun perkawinan anak di bawah usia tersebut masih marak terjadi. Bahkan menurut data, di Indonesia, perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun diperkirakan mencapai 1.220.900 jiwa.
"Ini mencatatkan Indonesia masuk dalam daftar 10 negara dengan angka perkawinan anak tertinggi di dunia,” ujar Agustina dalam Rapat Koordinasi PPPA di Bali, dikutip dari laman resmi KEMENT PPPA, Kamis (17/6/2021).