Secara lebih sederhana, manusia merupakan salah satu dari berbagai jenis makhluk hidup yang ada di bumi, sementara dalam ilmu biologi manusia merupakan salah satu bagian dari genus homo—homo sapiens. Seiring dengan berkembangnya zaman, manusia terus menunjukkan perubahan-perubahannya, terutama dari segi pemikirannya dan bagaimana mereka membangun kesadarannya.
Perkembangan wawasan/pemikiran manusia ini ditandai dengan lahirnya penemuan-penemuan (teknologi) baru. Francis Bacon pernah berkata bahwa "dalam episode panjang sejarah umat manusia, kita telah menyaksikan sejauh mana monumen kecerdasan dan pengetahuan jauh lebih lama bertahta dari pada monumen monumen kekuasaan dan kekuatan tangan." Olehnya tak heran, dari banyaknya makhluk yang hidup di bumi, mengapa hanya manusia saja yang berhasil mendominasi dan dengan mudah mengendalikan bumi.
Namun saya kira, kita mungkin perlu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang lebih fundamental terlebih dahulu mengenai: apa itu manusia, secara lebih filosofis. Dan untuk menjawab hal tersebut saya ingin mengembil salah satu pandangan filsuf eksistensialis sekaligus seorang nihilis, Friedrich Nietzsche. Nietzsche mengembangkan filsafat etikanya berdasarkan etika teori evolusi; Baginya hidup merupakan perjuangan untuk bereksistensi di mana organisme yang "pantas" untuk hidup lah yang berhak untuk melangsungkan kehidupannya.
Gagasan übermansch-nya yang kesohor itu pun dibangun atas dasar prinsip etika ini. Übermansch ini digambarkan oleh salah satu tokoh dalam karya fiksinya, Zarathustra. Übermansch adalah cara bagaimana manusia memberikan nilai pada dirinya sendiri tanpa berpaling dari dunia—atau berpaling ke seberang dunia. Dengan cara penilaian ini Nietzsche berinisiatif tidak lagi memegang kepercayaan apapun; karena setiap nilai adikodrati dari manusia dan dunia mustinya dikembalikan pada manusia itu sendiri.