Loading...

Henri Bergson adalah seorang filsuf Prancis yang berpengaruh dalam tradisi filsafat analitik dan kontinental, terutama selama paruh pertama abad ke-20 hingga Perang Dunia ke-2. Lahir di Prancis pada 1859, ia adalah putra dari ibu berkebangsaan Inggris dan ayah berkewarganegaraan Polandia (Will Buckingham, dkk: 2011: 486).

Minat intelektual awalnya terletak pada matematika. Meskipun akhirnya ia memilih filsafat. Ketika bukunya ‘Matter and Memory’ diterbitkan pada 1896, dia terpilih menjadi anggota Collège de France dan menjadi dosen universitas. Selain aktivitas inteletualnya yang mentereng, ia juga memiliki karir politik yang sukses, dan pernah mewakili pemerintahan Prancis selama pembentukan PBB pada 1920 (Will Buckingham, dkk: 2011: 486).

Bergson dikenal karena teorinya bahwa pengalaman langsung atau intuisi lebih signifikan daripada rasionalisme abstrak dan sains untuk memahami realitas. Karena inilah Bergson dianugerahi Penghargaan Nobel di bidang sastra tahun 1927 “sebagai pengakuan atas ide-idenya yang kaya dan menggugah serta keterampilan brilian dalam menyampaikan ide-ide tersebut.” Namun karena penyakit rematik yang serius, ia tidak dapat bepergian ke Stockholm untuk menerima penghargaan tersebut secara langsung, dan sebagai gantinya ia mengirim sebuah teks yang kemudian diterbitkan di La Pensée et le mouvant.

Pada tahun 1930, pemerintah Prancis menganugerahinya penghargaan tertinggi, Grand-Croix de la Legion d’honneur. Namun popularitas Bergson yang tinggi menimbulkan kontroversi di Prancis, di mana pandangannya dianggap bertentangan dengan sikap sekuler dan ilmiah yang dianut oleh pejabat Republik.

Setelah pensiun dari Collège de France, Bergson mulai memudar dalam ketidakjelasan: ia menderita penyakit degeneratif (rematik, yang membuatnya setengah lumpuh). Namun begitu, ia tetap mampu menyelesaikan karya barunya, ‘The Two Sources of Morality and Religion’, yang memperluas filsafatnya ke ranah moralitas, agama dan seni pada 1932.

Karya tersebut diterima dengan hormat oleh publik dan komunitas filsafat, tetapi pada saat itu hari-hari Bergson sebagai seorang filsuf sudah berlalu. Hingga pada tanggal 3 Januari 1941, Bergson menghembuskan nafas terakhirnya di Paris karena bronkitis. Bergson dimakamkan di Cimetière de Garches, Hauts-de-Seine.

Basis Pemikiran

Pemikiran Bergson dikenal sebagai Vitalisme. Ia memperkenalkan gagasannya pada 1910 di dalam salah satu karyanya ‘Creative Evolution’ (Will Buckingham, dkk: 2011: 481).

Sejak Immanuel Kant menerbitkan ‘The Critique of Pure Reason’ pada 1781, banyak filsuf yang percaya bahwa mustahil bagi kita untuk mengetahui segala sesuatu sebagaimana adanya (das ding an sich). Kant menunjukkan bahwa kita hanya dapat mengetahui bagaimana segala sesuatu berhubungan dengan diri kita sendiri, menurut pikiran yang kita miliki; namun kita tidak akan pernah bisa keluar dari batasan perspektif pikiran kita untuk mencapai pandangan mutlak tentang “sesuatu pada dirinya sendiri”.

Dalam ‘Creative Evolution’, Bergson tertarik untuk mempertanyakan asumsi Kant tersebut. Ia ingin mengetahui apakah memungkinkan bagi kita untuk benar-benar mengetahui sesuatu—bukan semata-mata mengetahuinya, namun mengetahuinya sebagaimana adanya (Will Buckingham, dkk: 2011: 481). Ini mengundang rasa penasaran di kalangan para filsuf saat itu. Sebab sejak Kant, mereka meyakini bahwa kita memiliki batasan-batasan apriori dalam mengetahui hakikat sesuatu.

Jawaban atas pertanyaan tersebut, bagi Bergson, adalah intuisi atau pengalaman langsung. Ia percaya intuisi dapat membantu kita mengetahui segala sesuatu apa adanya. Menurut Bertrand Russell, filsafat Bergson ini masuk ke dalam apa yang ia sebut dengan “practical philosophy” (filsafat praktis)—percabangan filsafat yang sama seperti Pragmatisme (Bertrand Russell, 1972: 953).

Terlepas dari itu, saya kira perlu dijelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan intuisi, sebagai pilar utama Vitalisme Bergson.

Intusi

Secara bahasa, menurut Kamus Oxford, intuisi adalah kemampuan untuk memahami sesuatu secara naluriah, tanpa memerlukan penalaran yang disadari atau pikiran sadar. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, intuisi adalah daya atau kemampuan mengetahui atau memahami tanpa dipikirkan atau dipelajari.

Menurut Bergson, intuisi adalah insting dalam versi terbaiknya. Dia melanjutkan bahwa “intuisi merupakan naluri yang tidak mementingkan dirinya sendiri, sadar diri, mampu merefleksikan objeknya dan memperluasnya tanpa batas” (Bertrand Russell, 1972: 954-5). Artinya, bagi Bergson, intuisi adalah pemahaman yang terlepas dari kekakuan metodologis dan kecenderungan subjektif.

Untuk memahami maksud Bergson di atas, kita perlu kembali kepada Kant. Bergson tidak setuju dengan Kant mengenai “fenomena” dan “nomena”. Sebaliknya, ia mengatakan bahwa ada dua jenis pengetahuan yang berbeda: pengetahuan relatif, yang melibatkan pengetahuan tentang sesuatu dari sudut pandang kita yang unik; dan pengetahuan absolut, yang berarti mengetahui sesuatu sebagaimana adanya.

Bergson percaya bahwa kedua pengetahuan tersebut dicapai dengan metode yang berbeda, yang pertama melalui analisis atau intelek, dan yang kedua melalui intuisi. Menurut Bergson, kesalahan Kant adalah ia tidak menyadari betapa pentingnya intuisi, yang memungkinkan kita memahami keunikan suatu objek melalui hubungan langsung (Will Buckingham, dkk: 2011: 483).

Vitalisme

Bergson percaya bahwa intuisi kita terkait dengan apa yang disebut Bergson sebagai “élan vital”, kekuatan hidup (vitalisme) yang menafsirkan aliran pengalaman dalam hal waktu, bukan ruang (Will Buckingham, dkk: 2011: 483).

Untuk memahami konsep tersebut, perlu digaris bawahi bahwa Bergson membagi dunia menjadi dua: dunia kehidupan dan dunia fisik atau materi. Intuisi bertanggung jawab pada dunia kehidupan; dan intelek atau akal budi bertanggung jawab pada dunia fisik (Bertrand Russell, 1972: 953).

Karena dia mengatakan bahwa élan vital terletak pada waktu, bukan ruang, itu artinya waktu adalah bagian dari intuisi yang membantu kita memahami segala sesuatu dengan apa adanya. Sedangkan ruang merupakan wilayah materi yang diobjektifikasi oleh intelek atau akal budi. Menurut Bertrand Russell, dikotomi intuisi dan intelek merupakan bagian paling mendasar dalam filsafat Bergson (Bertrand Russell, 1972: 954-8).

Bagi Bergson, pengetahuan intelek yang mengobjek ruang membuat pengetahuan kita tentang segala sesuatu menjadi parsial, tidak bergerak dan terputus-putus. Intelek tidak dibuat untuk memikirkan tentang perubahan tetapi untuk menggambarkan proses sebagai serangkaian keadaan.

Misalnya, kamu ingin mengenal sebuah kota. Kamu menyusun informasi tentang kota itu dengan mencatat dan mengambil foto satu per satu di setiap sudut dan persepektif kota sebelum merekonstruksi gambar-gambar tersebut untuk memberikan informasi utuh tentang kota itu. Namun begitu, pemahamanmu tentang kota tersebut hanya berdasarkan citra tempat dan ruang yang mati, bukan sebagai kota yang hidup (Will Buckingham, dkk: 2011: 483).

Sebaliknya, jika kamu berjalan-jalan di jalanan kota secara langsung, memperhatikan sekitar dengan seksama, kamu akan memperoleh pengetahuan tentang kota itu sendiri—pengetahuan langsung tentang kota sebagaimana adanya. Bagi Bergson, pengetahuan langsung ini adalah pengetahuan tentang hakikat kota (Will Buckingham, dkk: 2011: 483).

Gambaran di atas menjelaskan bahwa kehidupan tidak terletak pada ruang, melainkan waktu. “Intelek,” kata Bergson “selalu berperilaku seolah-olah terpesona dengan perenungan materi yang tidak aktif. Ia melihat ke luar dan menempatkan dirinya di luar dirinya” (Bertrand Russell, 1972: 957). Oleh karena itu, mengingat logika dan matematika adalah produk dari intelek, maka bagi Bergson, logika dan matematika adalah bentuk pemahaman parsial dan tidak sempurna terhadap realitas. Karena keduanya memandang dunia sebagai sesuatu yang mati—berupa kuantitas-kuantitas kaku dan saling terpisah satu sama lain.

Menurut Bergson, memahami dunia adalah masalah pengalaman kita terhadap waktu yang berjalan (Will Buckingham, dkk: 2011: 483). Terlepas dari itu, layak untuk ditanyakan, apa yang ia maksud dengan waktu?

Durasi

Menurut Russell, waktu yang dibicarakan Bergson tidak merujuk pada waktu matematik—kumpulan homogen dari momen-momen eksternal. Bagi Bergson, waktu matematik sebenarnya adalah bentuk lain dari ruang. Sebaliknya, waktu dalam bentuk kehidupan adalah apa yang Bergson sebut dengan “durasi”. Konsep ini pertama kali ia jabarkan dalam ‘Time and Free Will’-nya (Bertrand Russell, 1972: 958).

Dalam konsep durasi ini, dikotomi waktu yang kita kenal dalam waktu matematik seperti masa lalu dan masa depan telah melebur menjadi satu: masa sekarang. Lalu bagaimana itu bisa terjadi? Karena kita memiliki ingatan. Durasi menunjukkan dirinya dalam ingatan. Karena ingatan, masa lalu bertahan di masa sekarang. Di sinilah bagaimana Bergson menghubungkan antara sesuatu yang bersifat mental dan materi.

“Masa lalu,” katanya “bertahan dalam dua bentuk berbeda: pertama, dalam mekanisme motorik; kedua, ingatan independen” (Bertrand Russell, 1972: 959). Untuk memahami perbedaan antara keduanya, kita sebut saja yang pertama sebagai “spontanitas motorik” dan kedua sebagai “ingatan murni”.

Spontanitas motorik ini berupa ingatan masa lalu yang telah menjadi kebiasaan, sehingga ketika kita melakukannya kita tidak memerlukan refleksi atau usaha untuk mengulangi ingatan yang telah lalu. Sedangkan yang kedua, ingatan murni, adalah ingatan-ingatan konkret di masa lalu, yang memiliki tanggal, kesan atau momen kejadian.

Menurut Bergson, masa lalu yang bertahan dalam bentuk spontanitas motorik adalah materi, sedangkan masa lalu yang bertahan dalam bentuk ingatan murni adalah mental. Mengapa disebut materi? Karena spontanitas motorik teraktualisasi melalui tindakan atau aktivitas yang merupakan materi. Dalam kata-kata Bergson sendiri, spontanitas motorik ini adalah apa yang ia sebut sebagai “pure perception” (persepsi murni). Ini adalah bentuk pikiran terendah—pikiran tanpa ingatan (Bertrand Russell, 1972: 960).

Ingatan

Teori Bergson tentang durasi sebelumnya berkaitan erat dengan teorinya tentang ingatan. Menurut teori ini, hal-hal yang diketahui tentang masa lalu tetap berada dalam ingatan dan olehnya melalui ingatan waktu melebur menjadi satu kesatuan dalam bentuk kesadaran. Peleburan waktu ini tidak akan dapat dipahami dari sudut pandang intelek yang terbiasa mengkotak-kotakkan realitas (Bertrand Russell, 1972: 601).

Perlu digarisbawahi bahwa ketika Bergson berbicara tentang masa lalu, yang dia maksud adalah ingatan kita tentang masa lalu di masa kini. Dalam ingatan, “tindakan mengetahui” terjadi di masa kini, sedang “apa yang diketahui” terjadi di masa lalu. Jadi ketika kita mencampurkan antara tindakan mengetahui dan objek yang diketahui, perbedaan antara masa lalu dan masa kini otomatis akan menjadi kabur.

Terlepas dari itu, ingatan inilah yang membentuk kehidupan kita atau élan vital. Tentu saja untuk memahaminya, kita tidak dapat menganggapnya sebagai sesuatu yang berada dalam ruang, melainkan waktu. Karena akal budi atau intelek tidak dapat memahami konsep waktu ini, maka jalan satu-satunya adalah intuisi!

Ingatan memungkinkan kita mengisi kekakuan dan kehampaan ruang yang tak berjiwa. Bagaimana saya saat ini adalah karena pengalamanku tentang waktu tertanam dalam ingatan. Saya belajar banyak hal di masa lalu, dari lingkungan, teman dan sebagainya. Semua pengalaman tersebut telah melebur ke dalam kesadaranku dan membentuk siapa diriku (self). Bayangkan jika saya tidak memiliki ingatan? Saya hanya akan menjadi cangkang kosong seperti zombie; ada secara ruang, tetapi tidak ada secara waktu.

Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, kita dapat melacak ke mana arah pemikiran Bergson. Kita seolah dipaksa untuk berpikir bahwa antara tindakan mengetahui yang dilakukan oleh subjek di masa kini dan objek yang diketahui di masa lalu, merupakan satu kesatuan. Oleh karena itu, baik subjek yang mengetahui dan objek yang diketahui dapat dianggap sebagai hal yang bersifat mental dan satu kesatuan.

Referensi

‘The Philosophy Book’. Ed. Will Buckingham, dkk,. DK Publishing: New York, 2011.

Bertrand Russell. ‘A History of Western Philosophy’. Touchstone Book: New York, 1972.

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Henri_Bergson. Diakses pada 4 Februari 2024.

Lebih baru Lebih lama