Loading...

Isu kebahagiaan memang merupakan perbincagan lawas, akan tetapi masalah ini masih sangat relevan. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan “kebahagiaan” sebagai “kesenangan dan ketentraman hidup (lahir batin); keberuntungan; kemujuran yang bersifat lahir batin.” Sayangnya masih ada perbedaan pendapat mengenai apa yang terkandung di dalam kebahagiaan ini. Artikel ini akan berfokus pada Sokrates dan upayanya untuk menentukan kualitas apa yang dibutuhkan seseorang agar merasa puas dan benar-benar bahagia dalam hidupnya.

Tentang Sokrates

Sokrates lahir di Athena pada tahun 470 SM dan wafat pada 399 SM. Ia adalah filsuf yang hidup pada masa Yunani klasik. Pemikirannya cukup revolusioner karena mengarahkan filsafat yang sebelumnya berorientasi pada alam menuju filsafat yang berorientasi pada manusia. Pendekatan yang dia gunakan adalah rasionalisme. Ia mengkaji seluruh bidang pengetahuannya dengan akal dan memulainya dengan rasa keingintahuan tinggi menuju pada kebijaksanaan.

Ayah Sokrates bernama Sophroniskus, sedangkan ibunya bernama Phaenarete. Ayahnya merupakan seorang pemahat, sementara ibunya merupakan seorang bidan. Sokrates menikahi Xanthippe dan dikaruniai tiga orang anak: Lamprokles, Menexenus, dan Sophroniskus.

Sepanjang hidupnya, ia selalu membujuk sesama warga Athena untuk berpikir kritis tentang masalah kebenaran dan keadilan, karena dia yakin dan percaya bahwa “hidup yang tidak teruji adalah hidup yang tidak layak dijalani.” Meskipun dia mengklaim bahwa kebijaksanaannya hanyalah “mengetahui bahwa dia tidak tahu apa-apa,” Sokrates memiliki keyakinan bahwa kebahagiaan dapat diperoleh dengan usaha manusia.

Secara khusus, ia menyarankan untuk merasionalisasikan keinginan dan menyelaraskan jiwa kita. Dengan begitu kita mendapatkan ketenangan batin seperti Tuhan yang tidak dapat dipengaruhi oleh hal-hal eksternal di luar diri-Nya. Sesuai dengan kata-katanya, Sokrates dengan riang menghadapi kematiannya sendiri, bahkan dia masih punya waktu untuk mendiskusikan filsafat di saat-saat terakhirnya sebelum ia meminum racun hemlock.

Menurut Sokrates, kematian adalah pelepas jiwa dari keterbatasan tubuh menuju pada kebahagiaan abadi. Dia percaya jiwa adalah eksistensi yang abadi. Berbeda dengan kepercayaan orang-orang Yunani di zamannya yang percaya bahwa kematian merupakan kutukan.

Kebahagiaan

Meskipun Sokrates sendiri tidak menuliskan karya apapun, Plato, muridnya, telah menuliskan sejumlah besar dialog yang menampilkan Sokrates sebagai tokoh utamanya, di antaranya ‘Republic’, ‘Euthyphro’ dan ‘Symposium’. Di dalam karya-karya muridnya ini, Sokrates menyampaikan beberapa gagasannya tentang kebahagiaan sebagai berikut:

Pertama, kebahagiaan menurut Sokrates adalah apa yang diinginkan oleh semua orang. Karena kebahagiaan merupakan tujuan akhir dari setiap aktivitas kita, maka kebahagiaan adalah kebaikan tanpa syarat.

Kedua, kebahagiaan tidak bergantung pada hal-hal eksternal, tetapi bergantung pada bagaimana ia digunakan. Orang bijak akan menggunakan uangnya dengan benar—misalnya dengan menabung dan hanya membelanjakannya dengan bijak—untuk membuat hidupnya lebih baik dan menata masa depan.

Sedangkan orang bodoh akan boros dan menggunakan uangnya untuk membeli hal-hal yang tidak terlalu dibutuhkan, sampai akhirnya ia mengalami kekurangan. Oleh karena itu, uang tidak dapat membuat kita bahagia, karena kebahagiaan bergantung dari cara bagaimana ia digunakan. Uang adalah kebaikan bersyarat, dan kebaikan hanya berada di tangan orang yang tepat.

Argumen Sokrates di atas juga dapat kita gunakan untuk melihat kebaikan eksternal lainnya seperti properti, kecerdasan dan bahkan ketampanan. Orang yang tampan, misalnya, bisa menjadi sombong dan suka memanipulasi dan menyalahgunakan ketampanannya untuk berbuat jahat kepada wanita. Begitu pun orang yang cerdas ketika menggunakan kecerdasannya untuk merugikan orang lain.

Ketiga, mendidik cinta. Cinta menurut Sokrates adalah kekuatan hasrat yang dimulai dengan mencari kesenangan fisik. Namun begitu ia dapat dilatih untuk mengejar hal-hal yang lebih tinggi dan mulia dalam pikiran manusia. Manusia dapat dididik untuk menjauhi kecintaan terhadap hal-hal indah yang temporal dan binasa menuju kepada kecintaan murni pada “Keindahan” itu sendiri. Dengan begitu, jiwa akan menemukan kepuasan dan kebahagiaan yang sempurna.

Keempat, kebahagiaan terletak pada jiwa yang adil. Sokrates mengatakan bahwa orang yang adil lebih bahagia daripada orang yang tidak adil. Karena—seperti di poin pertama—semua orang hakikatnya menginginkan kebahagiaan, maka kita semua harus berusaha untuk menjalani kehidupan yang adil.

Sokrates memberikan analogi antara kesehatan tubuh dan keadilan jiwa. Tentu kita semua lebih suka sehat daripada sakit, tetapi kesehatan tidak lain adalah harmoni antara berbagai bagian tubuh, yang masing-masing menjalankan fungsinya dengan tepat. Keadilan adalah keharmonisan yang serupa, bukan di antara bagian-bagian tubuh, tetapi di antara berbagai bagian jiwa.

Jiwa yang adil adalah jiwa yang memiliki “keharmonisan psikis”. Apa pun yang terjadi dalam hidup, ia tidak pernah kehilangan ketenangan batinnya, dan dapat mempertahankan ketenangannya meskipun dalam keadaan atau situasi yang sulit.

Kelima atau yang terakhir, kebahagiaan menurut Sokrates adalah relatif. Sebagian besar kebahagiaan sebenarnya bukanlah kesenangan sama sekali, tetapi hanya hasil dari tidak adanya rasa sakit. Misalnya, jika sesorang sakit parah dan tiba-tiba sembuh, ia mungkin menyebut keadaan tersebut menyenangkan. Tak lama kemudian kesenangan ini akan menjadi biasa saja ketika ia telah menyesuaikan dirinya dengan kondisi barunya. Hampir semua kebahagiaan kita bersifat relatif dan temporal seperti ini. Oleh karena itu kebahagiaan itu tidak sepenuhnya menyenangkan.

Contoh lain adalah mabuk. Mabuk akan mengahasilkan kesenangan yang tinggi dalam jangka waktu pendek, tetapi kemudian pasti akan mengarah pada keadaan sebaliknya, yaitu rasa sakit. Namun begitu, Sokrates mengatakan ada beberapa kebahagiaan yang tidak relatif, kerena kebahagiaan menyangkut bagian jiwa yang lebih tinggi yang tidak terkait dengan relativitas yang dihasilkan oleh benda-benda fisik. Ini adalah kesenangan murni karena mencapai pemahaman yang lebih tinggi tentang realitas no.

Lebih baru Lebih lama