Loading...

Pada hakekatnya manusia memiliki banyak aspek dalam kehidupannya. Aspek-aspek tersebut adalah pengetahuan, penalaran, hasrat, penghindaran diri dari rasa sakit, kecenderungan ingin tahu, pendambaan akan kebahagiaan, dan lain sebagainya.

Segala macam aspek yang ada dalam diri manusia tersebut sudah banyak dipersoalkan oleh manusia itu sendiri sehingga menghasilkan suatu pemikiran mendalam yang membuat orang lain turut memikirkannya lagi.

Pembicaraan mengenai berbagai macam aspek yang ada dalam diri manusia di atas menghasilkan pemikiran-pemikiran yang sifatnya filosofis. Pemikiran ini kemudian mengalami perkembangan terus-menerus hingga melahirkan pertanyaan-pertanyaan yang mempersoalkan posisi dan eksistensi manusia sebagai makhluk yang berpikir akan dirinya sendiri: eksistensialisme.

Secara umum eksistensialisme adalah mazhab dalam filsafat yang menitik beratkan pada pendapat dan kebebasan individu untuk bersuara, mengemukakan dan menentukan pilihan tanpa ada embel-embel ataupun paksaan yang ada di belakangnya.

Soren Kierkegaard, yang dijuluki sebagai bapak eksistensialisme, pernah mengemukakan gagasan tentang kebebasan individu, bahwa “apabila manusia mengambil keputusan atas dasar telunjuk orang lain sebenarnya dia tidaklah ada, apabila manusia mengambil pilihan atas dasar kepatuhannya terhadap kekuasaan dan ketakutannya terhadap rezim sebenarnya dia juga tidaklah ada, dan ketika manusia berani mengambil keputusan, menentukan pilihan berdasarkan dirinya sendiri tanpa ada yang mempengaruhinya, barulah disebut ada.”

Begitu elegannya gagasan Kierkegaard yang seharusnya diterapkan setiap individu yang merasa ber-ada di dunia.

Jika kita melihat di era sekarang, mungkin hanya sedikit manusia yang layak disebut eksis - atau ada, yang mampu berpendapat alakadarnya, berbicara seperlunya, berfatwa sesuai kebutuhannya bukan golongannya, dan bertindak atas dasar dirinya bukan ketakutan ataupun perintah orang lain.

Selain Kierkegaard, banyak juga tokoh-tokoh eksistensialisme lain, salah satunya adalah Nietzsche yang memiliki eksistensialisme yang khas, yaitu gagasan tentang "manusia ideal", yang cukup kontradiktif dengan ajaran teologi.

Konsep eksistensialisme yang digagas Nietzsche tersebut adalah Übermensch. Übermensch Nietzsche mewakili pergeseran dari nilai-nilai agama demi memanifestasikan cita-cita manusia yang membumi dan merdeka atas dirinya sendiri.

Nietzsche memperkenalkan konsep Übermensch dalam bukunya "Thus Spoke Zarathustra" sebagai konsep yang menegaskan tentang tujuan yang ditetapkan oleh manusia untuk dirinya sendiri. Dengan kata lain, jika manusia ingin eksis atau merdeka, maka mereka harus terlepas dari segala macam bentuk sistem entah itu sistem keluarga, agama, ras, suku, budaya, dan sistem-sistem lainnya.

Jika seseorang sudah melepaskan dirinya diri gagasan-gagasan yang kapan saja bisa memperbudak pikiran dan prinsipnya, barulah dia dikatakan sebagai manusia super atau Übermensch. Sebab ketika manusia terlepas dari segala macam bentuk sistem, maka tidak sulit bagi manusia tersebut menentukan pilihannya secara gamblang dan bebas menggambarkan ekspresinya terhadap dunia.

Karena gagasannya yang menohok inilah mengapa tidak sedikit tokoh-tokoh filsuf yang terinspirasi darinya, salah satunya adalah filsuf muslim berdarah Pakistan, Muhammad Iqbal.

Muhammad Iqbal merupakan tokoh eksistensialisme muslim yang digadang-gadang sebagai filsuf Islam kontemporer yang paling berpengaruh. Sebagai seorang muslim, tentu dia bertuhan. Tidak seperti kebanyakan filsuf eksistensialisme lain seperti Nietzsche yang melepaskan segala bentuk sistem kepercayaan bahkan sistem bertuhan.

Dalam perspektif Iqbal, implementasi ideal manusia dilakukan melalui tiga tahap, yaitu taat kepada hukum ilahi, menguasai diri sendiri secara utuh, dan niabad Ilahi (khalifah Ilahi). Di sisi lain, Iqbal juga berpikir bahwa tujuan manusia diciptakan oleh Tuhan di dunia adalah untuk bergerak dinamis dengan tujuan untuk mengembangkan potensi dirinya.

Übermensch atau manusia ideal menurut Iqbal adalah manusia merdeka yang mampu memutuskan masa depan dan nilai mereka sendiri. Perubahan adalah sesuatu yang niscaya. Melalui cara berpikir yang dinamis, kita berpotensi untuk menumbuhkan nalar berfikir sebagai muslim dan bergerak secara fleksibel sesuai dengan perkembangan zaman.

Menurut Iqbal, manusia ideal adalah manusia yang mampu menguasai dirinya sendiri dan di luar dirinya, dan memiliki semangat perjuangan dalam mencapai kesempurnaan hidup, baik dunia maupun akhirat. Inilah yang Iqbal sebut sebagai khudi, yang merupakan pusat atau landasan dari semua kehidupan.

Khudi merupakan dasar falsafah Iqbal yang berakar pada iman yang kuat dalam perkembangan insan yaitu kemerdekaan individu dan keabadian prinsip demi menghasilkan individu yang mampu berdiri di atas kakinya sendiri. Seharusnya pola pemikiran Iqbal inilah yang harus dikembangkan dan dilestarikan oleh kaum muslim hari ini.

Selain khudi, Iqbal juga menyarankan agar umat Islam kembali bersikap progresif dan berani membuka pintu ijtihad. Dia mengkritik umat Islam yang enggan bercumbu dengan ijtihad yang menyebabkan terjadinya kemunduran dan stagnasi di dunia muslim.

Sikap umat muslim yang enggan untuk melakukan ijtihad dan terlalu sering meromantisasi masa lalu akan menciptakan dunia Islam yang kolot dan terbelakang. Bagi Iqbal, seharusnya umat muslim mampu mengembangkan nalar berfikir dan juga analisis filosofis yang tajam, sebab jika tidak, umat akan semakin tumpul dalam menentukan kebijakan hingga berakhir ikut-ikutan tanpa pembaharuan pemikiran di dunia Islam.

Lebih baru Lebih lama