SEJENAK, aku bungkam oleh luka ini;
luka yang tak kuduga sebelumnya.
apa gerangan terjadi?
mendadak indraku tak berfungsi.
luka yang tak kuduga sebelumnya.
apa gerangan terjadi?
mendadak indraku tak berfungsi.
kukira itu baik,
ternyata buruk.
kukira malam itu
kau akan membalas pesanku,
yang menumpuk di beranda whatsapp-mu.
ternyata buruk.
kukira malam itu
kau akan membalas pesanku,
yang menumpuk di beranda whatsapp-mu.
"maaf tak sempat membalas. soalnya lagi sibuk." ternyata bukan. yang ada hanya
sebuah kalimat pedih yang berusaha menembus kepala, otak, dan hatiku
sebuah kalimat pedih yang berusaha menembus kepala, otak, dan hatiku
yang berceceran melalui tangisan.
"maaf, mulai detik ini kita berteman saja."
"maaf, mulai detik ini kita berteman saja."
sontak aku terdiam; mati rasa.
bahkan 'ku mengira jantungku
berhenti untuk memompa darah.
kebingunganku meraba
dalam malam gelap itu.
logikaku kosong,
mataku memar, padahal
jelas, yang luka adalah hatiku.
bahkan 'ku mengira jantungku
berhenti untuk memompa darah.
kebingunganku meraba
dalam malam gelap itu.
logikaku kosong,
mataku memar, padahal
jelas, yang luka adalah hatiku.
Kukira, Kau Obat Penyembuh
WAKTU itu,matahari berdiri
tepat di atas kepala.
menyalakan semangat sebagian orang
dan mematahkan sebagian lainnya.
aku yang kala itu masih tertati
melangkah pelan dengan hati yang kosong
ingin segera
memulihkan hati yang tak bertuah.
kupilih kau, gadis cabi;
wajah bulat, kulit sawo, dan
mata coklatmu yang menghanyutkan.
waktu berjalan
teriring segala rasa dalam dada
memilih menetap selama mungkin di hatimu.
bahkan saja
bisa lebih lama dari waktuku menemukanmu.
atau,
mungkin jauh lebih lama dari itu; anggapku abadi.
teriring segala rasa dalam dada
memilih menetap selama mungkin di hatimu.
bahkan saja
bisa lebih lama dari waktuku menemukanmu.
atau,
mungkin jauh lebih lama dari itu; anggapku abadi.
***
aku menggantungkan segalanya.
pasalnya kau pandai menyembuhkanku dari luka lama. lamun,
ternyata salah;
kau gores kembali luka itu.
setelah berdarah, kau taburi garam.
kukira kau obat penyembuh,
ternyata salah.
Luka Terlalu Cepat Datang
DI hari-hari terakhir bersamamubanyak mimpi yang kutulis di langit subuh
menggantungkan harapan pada 'obat penyembuhku'
sampai pada suatu waktu;
aku rapuh.
berbincang dalam sepi, bertanya pada hati; mengapa luka cepat datang?
saat semuanya kumantapkan dalam niat
bahkan aku sempat lebih giat;
beribadah, juga bekerja.
di tengah kebahagiaan yang menghampiriku
banyak sayatan yang kuobati dengan sabar,
dan
menenangkan hati untuk tidak pergi.
sampai tiba suatu keegoisan dalam diriku.
kukira aku mampu bersabar.
logikaku mulai beranjak ragu,
pada apa yang terjadi.
padahal,
banyak hal yang kutanamkan dalam harap,
bahagiaku hanya sebentar.
luka terlalu cepat datang.
kukira aku dan kau
sepenuhnya adalah "kita" yang abadi.
Enyahlah Kau
HARI-HARI patah,setelah kita yang sepakat untuk tidak sepaket
masih saja wajahmu merasuki kewarasanku
meniti waktu yang sudah kau permainkan.
lamun,
satu hal yang tak dapat kututupi;
rindu.
sungguh,
sia-sia lah kebohonganku.
setelah melukai,
apa kau sengaja hadir di tiap sepiku
lalu menjelma manis menjadi "rindu?"
sungguh,
sia-sia lah kebohonganku.
setelah melukai,
apa kau sengaja hadir di tiap sepiku
lalu menjelma manis menjadi "rindu?"
enyahlah kau dalam malam.
sambutlah dia siapa saja yang ingin datang menggenggam
lukaku sudah jauh tertanam dalam.
tak ada lagi kisah kelam yang dapat digenggam;
pergilah.
Kupastikan Tidak Ada Cerita Tentang Kita
KAU acuh pada janji yang sudah kita tanam.di balik senyum dan matamu
kau mainkan permainan licik.
aku bisa saja pergi sejak jauh hari
namun, ada hal yang musti diperbaiki dan diperjuangkan.
tak ada salahnya
jika luka datang begitu cepat.
setidaknya,
aku bisa bersabar dari hal konyol itu
sampai kau memilih untuk mundur lebih dulu.
setelah apa yang membuatku sepatah ini
aku belajar, agar
untuk tidak pernah tahu semuanya,
menata kembali kehidupan
dan hati yang sudah porak poranda;
menatanya sedemikian rupa
barangkali kelak
ada yang mampir di kehidupanku
semuanya sudah usai dengan semestinya
tak ada yang perlu kita tangisi lebih dalam
dan
tak ada lagi waktu yang terbuang saban waktu.
setelah kisah yang tumbuh indah,
kau obati segala lukaku
dan memainkan lakon bengis. maka
kupastikan,
tak ada lagi cerita tentang kita.
Selamat tinggal,
Maninili, 11 Oktober 2020.
Penulis