Loading...
Kumpulan Puisi

SEJENAK, aku bungkam oleh luka ini;
luka yang tak kuduga sebelumnya.
apa gerangan terjadi?
mendadak indraku tak berfungsi.

kukira itu baik,
ternyata buruk.
kukira malam itu 
kau akan membalas pesanku,
yang menumpuk di beranda whatsapp-mu.

"maaf tak sempat membalas. soalnya lagi sibuk." ternyata bukan. yang ada hanya 
sebuah kalimat pedih yang berusaha menembus kepala, otak, dan hatiku 
yang berceceran melalui tangisan.
"maaf, mulai detik ini kita berteman saja."

sontak aku terdiam; mati rasa. 
bahkan 'ku mengira jantungku 
berhenti untuk memompa darah.
kebingunganku meraba 
dalam malam gelap itu.
logikaku kosong, 
mataku memar, padahal 
jelas, yang luka adalah hatiku.

Kukira, Kau Obat Penyembuh

WAKTU itu, 
matahari berdiri 
tepat di atas kepala.
menyalakan semangat sebagian orang 
dan mematahkan sebagian lainnya.
aku yang kala itu masih tertati 
melangkah pelan dengan hati yang kosong
ingin segera 
memulihkan hati yang tak bertuah. 
kupilih kau, gadis cabi; 
wajah bulat, kulit sawo, dan 
mata coklatmu yang menghanyutkan.

waktu berjalan 
teriring segala rasa dalam dada
memilih menetap selama mungkin di hatimu.
bahkan saja 
bisa lebih lama dari waktuku menemukanmu.
atau, 
mungkin jauh lebih lama dari itu; anggapku abadi.

***

aku menggantungkan segalanya.
pasalnya kau pandai menyembuhkanku dari luka lama. lamun,
ternyata salah;
kau gores kembali luka itu.
setelah berdarah, kau taburi garam. 
kukira kau obat penyembuh,
ternyata salah.


Luka Terlalu Cepat Datang

DI hari-hari terakhir bersamamu
banyak mimpi yang kutulis di langit subuh
menggantungkan harapan pada 'obat penyembuhku'
sampai pada suatu waktu;
aku rapuh.

berbincang dalam sepi, bertanya pada hati; mengapa luka cepat datang?
saat semuanya kumantapkan dalam niat
bahkan aku sempat lebih giat;
beribadah, juga bekerja.

di tengah kebahagiaan yang menghampiriku
banyak sayatan yang kuobati dengan sabar,
dan
menenangkan hati untuk tidak pergi.

sampai tiba suatu keegoisan dalam diriku.
kukira aku mampu bersabar. 
logikaku mulai beranjak ragu,
pada apa yang terjadi.

padahal,
banyak hal yang kutanamkan dalam harap,
bahagiaku hanya sebentar. 
luka terlalu cepat datang.
kukira aku dan kau
sepenuhnya adalah "kita" yang abadi.

Enyahlah Kau

HARI-HARI patah, 
setelah kita yang sepakat untuk tidak sepaket
masih saja wajahmu merasuki kewarasanku
meniti waktu yang sudah kau permainkan.

lamun,
satu hal yang tak dapat kututupi;
rindu. 
sungguh,
sia-sia lah kebohonganku.
setelah melukai,
apa kau sengaja hadir di tiap sepiku
lalu menjelma manis menjadi "rindu?"

enyahlah kau dalam malam.
sambutlah dia siapa saja yang ingin datang menggenggam
lukaku sudah jauh tertanam dalam.
tak ada lagi kisah kelam yang dapat digenggam;
pergilah.

Kupastikan Tidak Ada Cerita Tentang Kita

KAU acuh pada janji yang sudah kita tanam.
di balik senyum dan matamu
kau mainkan permainan licik.
aku bisa saja pergi sejak jauh hari
namun, ada hal yang musti diperbaiki dan  diperjuangkan.

tak ada salahnya 
jika luka datang begitu cepat.
setidaknya,
aku bisa bersabar dari hal konyol itu
sampai kau memilih untuk mundur lebih dulu.

setelah apa yang membuatku sepatah ini
aku belajar, agar
untuk tidak pernah tahu semuanya,
menata kembali kehidupan 
dan hati yang sudah porak poranda;
menatanya sedemikian rupa 
barangkali kelak 
ada yang mampir di kehidupanku

semuanya sudah usai dengan semestinya
tak ada yang perlu kita tangisi lebih dalam
dan 
tak ada lagi waktu yang terbuang saban waktu.
setelah kisah yang tumbuh indah, 
kau obati segala lukaku 
dan memainkan lakon bengis. maka
kupastikan,
tak ada lagi cerita tentang kita.
Selamat tinggal,

Maninili, 11 Oktober 2020.

Moh. Fajri Dg. TambogoMahasiswa IAIN Palu


Lebih baru Lebih lama