Loading...
Puisi Filsafat

CINTA
cinta itu gejolak dari rasa rindu,
oleh karena itu
pelik dijelaskan,
hanya dapat dirasakan.

rupa berubah buyar
dan tak berakal dibuatnya, deru nafas
seolah berdzikir
mengecap asma cinta;
dalih berjerih
menajak eksistensi cinta,
namun tak lekas jua menalarnya.

ah inilah cinta
kita berganduh dalam
samudranya yang asak
kenikmatan surgawi,
dalih sirna di hadiratnya, pun
jiwa pekik berdengking dibuatnya.

Perenungan

ADAKALANYA dalam hidup, menghajatkan kesenyapan,
melukiskan sekujur rintihan, bersama angin seraya menitikkan air mata
penuh depresi.

oh tuhan....
apa sebab engkau
melahirkan balur denyut sepenat ini
padaku,
tidakkah engkau menanggung risih
mengelih hidup memedihkan ini!

"andai terulang kembali," hanya sabda ini terlontar dalam senyap dan rintihku,
kutapaki setiap penjuru kehidupan,
seolah hidup
berat hati menampungku yang hina ini,
bak pelita di siang bolong,
kehidupanku terlerai oleh takdir.

Kekasih

KEKASIHKU....
tiap detik ku meniupkan nafas,
seolah nafas ini akan terus menuturkan namamu.

engkau adalah candu
yang melahirkan hari-hari dengan coraknya, seringai legit di bibir ranummu,
melahirkan syukur kehidupan,
jikalau aku lerai darimu
alangkah sengsaranya aku,
tak kuasa aku membayangkan
dunia ini tanpamu.

kekasihku....
izinkan aku mengawai lenganmu,
menatap mata indahmu,
dan berbisik padamu:
"I love you, you are the light of life for me, that I will never let go."

Tuhan di Manakah Engkau

DUHAI tuhan....
aku berkelana
hanya untuk mencarimu,
di manakah engkau berada?
aku ingin berbual bersama-Mu,
atas alam yang sudah menua ini.

apakah engkau tidak sudi mengindahkan keluh hambamu yang hina ini?
ku tapaki setiap penjuru alam ini untuk-mu, lamun usahaku kandas,
seolah pencarianku tidaklah berarti bagi-mu

oh tuhan....
izinkan aku memahami-mu,
dengan kaidah yang engkau kehendaki.
kendati, pun batin ini belum seutuhnya
pantas untuk mengenal-mu.

Bumi yang Lelah

 PENAMPAKANMU menunjukkan
engkau sudah lelah
akan segudang peristiwa;
apa yang melahirkan kesedihanmu?

kami sadar, betapa tak beradabnya kami terhadapmu,
bejibun kebejatan yang kami perbuat
di wajahmu,
nampak jelas goresan kasar di keningmu.
acap kali melahirkan kemurkaanmu.

Muhammad Rasyid Ridho DjupandaMahasiswa IAIN Palu


Lebih baru Lebih lama